Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan aturan presidential threshold 20% kursi DPR yang diajukan dalam gugatan oleh empat mahasiswa dari Yogyakarta. Keputusan tersebut dikeluarkan dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo di Jakarta.
Pengertian Presidential Threshold
Presidential threshold adalah ambang batas suara yang harus dipenuhi oleh partai politik agar dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ketentuan ini sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 222.
Isi Undang-Undang Terkait Presidential Threshold
Menurut Pasal 222, pasangan calon harus diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi salah satu persyaratan berikut:
-
Setidaknya 20% dari jumlah kursi DPR, atau
-
Memperoleh 25% suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
Penjelasan mengenai penerapan presidential threshold lebih lanjut terdapat dalam Pasal 223, 224, dan 225 dari Undang-Undang tersebut.
Putusan MK dan Dampaknya
MK mengabulkan permohonan pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 222 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
- Dampak Keputusan: Sebagai akibat dari putusan ini, semua partai politik peserta Pemilu diberikan kesempatan untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa terikat oleh persyaratan kursi DPR atau suara nasional.
Alasan Pembatalan
MK menilai bahwa pengusulan pasangan calon berdasarkan ambang batas tidak efektif dalam menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. Selain itu, besaran ambang batas cenderung menguntungkan partai politik yang sudah memiliki kursi di DPR.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyampaikan bahwa dengan adanya ambang batas, terdapat kecenderungan untuk hanya ada dua pasangan calon dalam Pilpres, yang dapat memperkuat polarisasi di masyarakat.
Rekomendasi kepada DPR dan Pemerintah
MK menyarankan agar dalam merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, pengusulan pasangan calon tidak lagi didasarkan pada ambang batas. Partai politik yang tidak mengajukan pasangan calon mungkin akan dikenakan sanksi larangan ikut dalam Pilpres berikutnya.
Meskipun putusan ini tidak bulat, dengan adanya dua hakim yang memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion, yaitu Anwar Usman dan Daniel Yusmic P Foekh.